Suatu kali ketika saya berusia 23 tahun dan baru saja berhasil membeli mobil dari hasil usaha saya, saya mengajak keluarga saya pergi kota Jogjakarta untuk menikmati libur lebaran. Sebelum pergi, saya bertanya kepada murid-murid saya lewat grup BBM untuk menanyakan kota mana saja yang harus saya lewati dari Surabaya menuju Jogjakarta dan berapa lama perjalanan menuju ke sana. Menurut murid saya, disaat libur lebaran hari ke 1, lama perjalanan diprediksi 6-7 jam saja karena jalanan sepi.
Setelah mendapatkan data kota mana saja yang harus saya lewati, saya pun percaya diri untuk berangkat ke Jogjakarta dengan menggunakan mobil yang baru 3 bulan saya beli. Saya berpikir bahwa dengan tahu kota mana saja yang harus saya lewati, maka saya tinggal melihat papan penunjuk jalan dan saya pun pasti sampai dengan mudah.
Setelah semuanya siap, kamipun sekeluarga berangkat ke Jogjakarta dengan saya sebagai pembawa mobil. Saya telah meminta bantuan ayah saya untuk membantu melihat papan penunjuk jalan. Dalam perjalanan ternyata apa yang dibayangkan tak semudah yang dialami. Banyak sekali papan penunjuk jalan yang ternyata tertutup pohon, tidak sedikit pula yang berkarat atau tulisannya hilang.
Beberapa kali kami harus berhenti dan bertanya pada orang, namun beberapa orang yang tidak tahu arah jalannya menjadi seolah-olah tahu dan memberikan arahan yang salah. Akibatnya kami beberapa kali salah jalan. Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh dengan 7 jam menjadi 10 jam karena banyak gangguan yang tidak diprediksi. Seharusnya perjalanan akan jauh lebih cepat seandainya di dalam mobil kami ada yang pernah ke Jogjakarta dan hafal jalan sehingga terhindar dari salah jalan dan buang waktu.
Dalam dunia bisnis, seringkali kita juga mengalami hal yang demikian. Seringkali kita mengalami halangan dan rintangan karena kita tidak mempersiapkan segalanya. Kita berpendapat bahwa nanti kita akan bisa membaca dari internet atau membeli bermacam-macam buku. Atau mungkin kita berpendapat bahwa nanti kita bisa bertanya-tanya kepada orang yang pernah buka usaha serupa. Pemikiran ini tidak salah namun kurang tepat.
Membeli buku atau membaca dari internet serupa dengan papan penunjuk jalan tadi, ada yang kurang jelas, sukar dimengerti atau bahkan informasinya kurang akurat karena minimnya pengetahuan penulis buku tentang dunia entrepreneurship sendiri. Anda mungkin bisa menjadi seorang pengusaha dengan mengandalkan buku dan internet, namun anda akan mengalami dulu fase bingung, buang waktu dan mencoba-coba yang bisa berakibat 2 hal, yaitu anda menyerah karena kehabisan modal atau anda bertahan dan berujung sukses. Tentu waktunya akan jauh lebih lama dibanding jika anda mempunyai seorang mentor bisnis.
Mungkin anda berpikir nanti dapat bertanya-tanya pada orang untuk minta arahan atau petunjuk. Pemikiran ini tidak salah selama orang yang diminta arahan adalah orang yang tepat dan bertanggung jawab terhadap perkataannya. Kadang karena orang itu tidak dibayar, maka orang itu cenderung meremehkan pertanyaan kita. Kadang kala juga bisa terjadi bahwa pengalaman dia tidak relevan dengan jaman sekarang yang cepat sekali berubah. Ingat cerita saat saya tanya orang dan diberi arahan jalan yang salah? barangkali orang itu tidak benar-benar tahu namun ingin terlihat pintar sehingga memberikan arahan yang kurang tepat. Atau barangkali arahan itu kini sudah tidak berlaku karena jalannya sudah berubah.
Jika Anda memiliki seorang mentor dalam bisnis, ibarat anda memiliki pendamping saat anda menyetir yang akan mengingatkan dan mengarahkan anda pada tujuan yang tepat. Kelebihan jika anda memiliki mentor adalah meminimalkan resiko kegagalan dan mempercepat anda sampai pada tujuan yaitu keberhasilan.
Lalu bagaimana cara memilih seorang mentor dalam berwirausaha? berikut saya berikan tip-tipnya :
1. Mentor entrepreneurship/wirausaha tentu bukanlah seorang karyawan, bagaimana mungkin seorang karyawan mengajari anda cara membuka usaha sementara dia sendiri tidak berwirausaha
2. Mentor entrepreneurship seharusnya memiliki landasan teori yang cukup dan tervalidasi. Karena setiap usaha memiliki cerita kesukaran yang berbeda-beda. Ingatkah kalimat yang mengatakan bahwa 90% pelajaran di sekolah tidak terpakai? Memang, karena 90% itu adalah kesempurnaan yang bisa membantu anda mengerjakan hal yang tidak terduga. Ibarat anda berlatih bela diri, anda akan belajar sangat banyak teknik atau jurus. Padahal anda mungkin hanya membutuhkan 10% saja dari kumpulan jurus anda untuk mengalahkan lawan, namun anda harus mencari 10% itu jurus yang mana yang cocok bukan? bayangkan jika anda hanya dibekali 3 jurus (Jurus A-C) sedangkan ternyata lawan anda seharusnya takluk kalau anda mengeluarkan jurus ke X-Z , tentu saja anda akan kalah. Jadi mentor yang tepat adalah dosen pengajar entrepreneurship namun sudah resign dan buka usaha bukan? (Jadi sudah bukan karyawan lagi)
3. Bagaimana jika mentor entrepreneurship adalah seorang pebisnis terkenal dan bukan mantan dosen? Maka kita harus telusuri rekam jejak pebisnis ini, karena membuka bisnis jaman dulu dengan jaman sekarang tentu saja tantangannya jauh berbeda. Bisa juga saat pebisnis itu memulai usahanya terdapat faktor-faktor pendukung yang berbeda, misalkan dia memberikan saran membuka rumah makan dengan konsep mewah, padahal anda buka usaha di daerah dengan rata-rata daya beli masyarakatnya menengah ke bawah, tentu tidak akan cocok.
Jadi mentor bisnis yang paling tepat menurut saya adalah mantan dosen pengajar entrepreneurship yang telah membuka usaha dengan level bisnis yang cukup besar. Jika anda tidak menemukan mentor yang cocok untuk anda, saya bersedia menjadi mentor anda melalui program BUM CLASS yang saya dirikan. Informasi BUM CLASS ada di bagian menu dari website ini atau klik link berikut ini BUM CLASS. Sukses untuk anda. (By Ong Eric Yosua, Motivator Indonesia)
bbaa