Seorang teman lama saya menyapa lewat Facebook Messenger, dulu kami berkuliah di kampus yang sama namun beda jurusan. Banyak hal yang kami bicarakan namun ada 1 hal menarik yang ingin saya bagikan kepada para pembaca semua. Hal menarik itu adalah tentang kehidupan dia dan usahanya saat ini.
Setelah lulus dan wisuda pada 2010, dia meninggalkan kota Surabaya dan merantau bersama istrinya ke sebuah kota biasa di NTT. Dia bercerita bahwa berkat entrepreneurship yang telah dipelajari selama 4 tahun dan menghabiskan biaya kuliah lebih dari 100 juta, kini dia telah mempunya 3 toko elektronik dan menjadi yang terbesar di kotanya.
Teman saya menuturkan bahwa mindset entrepreneurship begitu penting bagi dirinya. Dia datang sebagai pendatang di kota itu dan dalam kurang dari 6 tahun sudah menjadi seorang pengusaha elektronik sukses di kotanya. Dia bersyukur belajar entrepreneurship walaupun saat belajar, dia sering merasa ilmu sepele begini untuk apa dipelajari. Namun secara tidak dia sadari, pola pikirnya berubah dan terpakai saat dia harus bertarung memenangkan kompetisi usaha.
Dia berkata seandainya saya tidak belajar entrepreneurship, maka saya kini sudah menjadi karyawan kantor seperti keluarganya yang lain. Memang latar belakang keluarga dia adalah keluarga akuntan. Tak seorangpun yang berani membuka usaha di keluarganya, rata-rata memilih pilihan hidup yang aman-aman saja dengan bekerja sebagai akuntan di perusahaan bagus dengan harapan penghasilan besar.
Entrepreneurship secara sederhana memang adalah sebuah pola pikir. Jika saya mendefinisikan secara sederhana menurut versi saya, entrepreneurship adalah sebuah pola pikir yang mendorong manusia untuk dapat bertahan hidup lebih baik dengan mengoptimalkan semua kemampuan, bakat terpendam dan lingkungan sekitarnya. Tulisan saya kali ini akan membahas beberapa beda antara seorang pedagang dengan seorang pedagang berwawasan entrepreneurship.
Perbedaan pertama adalah pada cara memandang sebuah usaha (Visi Usaha). Seorang pedagang membuka usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa memikirkan bagaimana usaha ini akan ia kembangkan. Sementara seorang entrepreneur akan melihat bahwa usaha yang dia kerjakan saat ini adalah batu langkah awal untuk mengerjakan hal yang lebih besar. Sehingga entrepreneur telah punya gambaran tentang usaha yang dia kerjakan saat ini dan akan menjadi apa usahanya kelak di masa mendatang.
Perbedaan kedua adalah pada cara memandang konsumen. Seorang pedagang menganggap konsumen adalah orang yang akan memberikan dia uang, oleh sebab itu seorang pedagang akan berusaha "merebut" uang sebanyak-banyaknya dari konsumennya dengan cara meningkatkan harga sehingga terjadilah proses tawar menawar. Seorang entrepreneur lebih menjaga hubungan baik dengan konsumennya, oleh sebab itu entrepreneur berusaha memberikan harga terbaik bagi konsumennya dengan harapan konsumen puas dan menjadi pelanggan setia bagi dia.
Masih banyak perbedaan antara pedagang dan entrepreneur dalam hal cara memandang modal, cara memandang tempat, cara memandang biaya, dan masih banyak lagi.
Jika anda ingin belajar lebih banyak untuk menjadi seorang entrepreneur, anda dapat ikut kelas online yang saya adakan yatu BUM CLASS, sebuah terobosan cara belajar entrepreneurship yang praktis dan mudah, yaitu melalui Facebook Group dan Whatsapp. Anda bisa klik BUM CLASS di halaman menu website ini atau klik link berikut ini BUM CLASS. Terima kasih dan sukses untuk Anda. (By Ong Eric Yosua, Motivator Indonesia)